Hakikat Ikhtiar Di Bulan Suci

4 09 2009

Adakah sore, malam, atau dinihari yang lebih ramai daripada sore, malam dan diniharinya bulan ramadhan ?

Bagi penulis, buat mereka yang bertinggal di negara-negara dengan mayoritas Islam, tentu saja tak ada sore, malam atau dinihari yang semeriah sore, malam, diniharinya bulan ramadhan.

Sore, umumnya kita berkeliaran ngabuburit atau luru sore, sekadar menunggu maghrib. Malam, kita berbuka bersama lantas melewatkan malam dengan tarawih. Dan dinihari, yang sunyi senyap di bulan-bulan lainnya, justru menjadi saat yang begitu hidup di bulan Ramadhan. Sebagian kita melakukan tradisi gerebeg sahur di waktu tersebut- ada yang ramai-ramai berkeliling kampung untuk membangunkan warga ; ada juga yang sekadar berkoar-koar dari corong masjid, lengkap dengan sirene atau suara-suara apa pun untuk membangunkan warga sekitar.

Tak pelak, kemeriahan itu ikut berdampak pula pada dinamika kegiatan perekonomian suatu negeri. Orang-orang lebih giat berbisnis dan bekerja di bulan ramadhan. Ramadhan di Indonesia dan negara dengan penduduk mayoritas Islam biasanya sering dihubungkan dengan melejitnya daya beli dan meningkatnya perilaku konsumtif masyarakat terhadap barang ataupun jasa.

Di Indonesia, selain dipengaruhi oleh upaya keras dalam bisnis, melejitnya daya beli tergantung pada jumlah Tunjangan Hari Raya (THR) yang biasa dialokasikan pemerintah/perusahaan swasta bagi para pegawai. Peningkatan daya beli kemudian terjadi hampir dalam semua sektor, mulai urusan sandang, pangan, transportasi dan pariwisata. Akibatnya, tingkat inflasi pun mencapai titik tertinggi pada bulan ini, disebabkan oleh begitu konsumtifnya masyarakat terhadap barang/jasa.

Dalam artikel di surat kabar Republika, Ekonomi Ramadhan, yang ditulis oleh Muhammad Syafi`i Antonio, fenomena di atas dicirikan dengan menjamurnya para pedagang musiman yang menjajakan berbagai komoditas mulai dari makanan hingga pakaian, di ruang-ruang publik terutama di pinggir jalan. Belum lagi, maraknya penyelenggaraan bazaar baik yang disponsori oleh pemerintah, swasta, organisasi maupun lembaga swadaya masyarakat tertentu.

Ikhtiar keras dalam memeriahkan ramadhan itu kemudian sering membuat sebagian kita terlena. Menjadi lalai atau lupa akan tujuan daripada shaum, tarawih atau tadarrus yang disunahkan Nabi SAW. Menjadi lupa, bahwa di bulan yang penuh keutamaan ini, ada momen nuzulul qur`an dan lailatul qadr- dua momen yang menjanjikan puncak kenikmatan beribadah, yang hanya bisa disentuh melalui penghayatan dan ruhaniah yang bersih. Titik inilah yang sering tak mampu kita capai, sebab memang pribadi lebih cenderung pada sekadar pemenuhan hasrat jasmaniah daripada memenuhi bisikan ruhaniah.

Ramadhan datang dan pergi silih berganti. Tapi kita tak pernah beranjak, dari kualitas Islam menjadi iman, dari kualitas iman menjadi ihsan, sebab kecenderungan ikhtiar kita memeriahkan ramadhan, yang masih cenderung disemangati oleh hasrat jasmaniah daripada fitrah ruhaniah.

***
Dalam sebuah pembekalan di bulan sya`ban lalu, kyai pengasuh sebuah pesantren tradisional yang berlokasi dekat rumah penulis menyampaikan, kunci sukses Ramadhan adalah kesanggupan seluruh indera kita dalam mengendalikan hasrat jasmaniah. Jasmani itu cenderung pada pemuasan keinginan, sementara ruhaniah itu cenderung pada pemenuhan kebutuhan.

Salah satu cara untuk menyeimbangkan dan mengendalikan hasrat jasmaniah dan ruhaniah sebagaimana pemaparan di atas adalah : kita bekerja dengan niat memenuhi kebutuhan sekaligus meningkatkan nilai ibadah, lewat peningkatan kualitas ibadah mahdhah dan ghayr mahdhah. Entah dia seorang pegawai, profesional atau pedagang, hendaknya ikhtiar keras yang dilakukan dalam bulan Ramadhan ini, selain untuk menafkahi diri dan keluarganya, juga diniatkan agar bisa beribadah lebih tenang, atau bersedekah lebih banyak dan konsisten daripada bulan-bulan sebelumnya.

Pada hakikatnya setiap ikhtiar keras itu ditunaikan, agar hajat hidup tercukupi dan kebutuhan jasmaniah terpenuhi. Tercukupinya hajat hidup dan kebutuhan jasmaniah disebabkan ikhtiar keras dan jujur itu akan membuat kita tenang dan leluasa, dalam beribadah kepada Allah SWT. Inilah hakikat daripada ikhtiar demi kebaikan dunia dan akhirat. Sesuatu yang sering kita mohonkan dalam do`a sapu jagat : “Rabbana aatinaa fid-dunya hasanah, wa fil aakhiirati hasanah,…dst”- dan proses pembelajarannya dilakukan serta menjiwai setiap rangkaian ibadah dalam kemeriahan bulan Ramadhan, setiap tahunnya.

Cara pandang terhadap upaya atau ikhtiar yang dipaparkan sebelumnyalah yang hendaknya menjadi framing bagi kita, dalam memeriahkan bulan-bulan selain atau setelah Ramadhan. Bisnis kita bukan sekadar mengejar laba dan memperkaya diri, tetapi ditujukan untuk membuat diri dan keluarga tenang menjalani hidup dalam naungan rutinitas ibadah dan taat kepada Allah, sebab hasil usaha yang berkah dan ikhtiar yang penuh semangat. Wallahu a`lam bish shawab.

***


Actions

Information

Leave a comment