Good Father For Indonesia

22 01 2009

Sejak menjadi bagian dari PT. Insani Technology, saya suka banget merhatiin segala tindak-tanduk Pak Hilmy. Kebijakan-kebijakannya perihal kantor, kesukaannya terhadap sesuatu, dan keapikannya dalam perkara ibadah. Kesan pertama dari pengamatan saya, Pak Hilmy adalah atasan yang sangat berkhidmat kepada para bawahannya. Berbeda dari atasan-atasan saya sebelumnya yang selalu menuntut, mengedepankan punishment, tapi banyak beralasan atau ngedadak galak waktu ditagih janji soal reward.

Untuk urusan ibadahpun Pak Hilmy berhak atas nilai 9, mengingat di anak perusahaan dimana saya baru bergabung itu, beliau kerap memberi contoh mengawalkan shalat, mengerjakan shaum sunnah, dan memerintahkan kami untuk menomorduakan pekerjaan rutin di sepuluh hari terakhir Ramadhan.

Atas kebijakan Pak Hilmy, pada sepuluh hari terakhir Ramadhan jam kerja karyawan dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 10.00. Memang para karyawan tidak diijinkan pulang, karena jadwal kerja di bulan Ramadhan menurut corporate yang menaungi anak perusahaan, adalah sampai pukul 15.00. Namun sejak pukul 10.00 hingga pukul 15.00 itu, diselingi shalat dzuhur dan ashar, saya dan rekan-rekan lainnya berkesempatan mengkhatamkan bacaan Qur’an. Alhamdulillah, banyak yang berhasil mengkhatamkan Qur’annya di bulan Ramadhan tahun lalu.

Read the rest of this entry »





Pencanangan ‘Tahun Keluarga’ Di Indonesia

22 01 2009

Tak terasa, sudah tiga tahun semenjak kongres anak-anak Indonesia ke-V diselenggarakan. Tiga tahun yang lalu, saya masih aktif sebagai jurnalis salah satu media online, dan kebetulan kebagian tugas menggarap tajuk rencana tentang Hari Anak Nasional yang menghasilkan 17 butir kesepakatan itu. Karena mendadak flu dan terjangkit demam, saya tidak bisa meliput langsung acara puncaknya. Untunglah, TVRI menyiarkan langsung acara puncak peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli setiap tahunnya.

Puncak acara pada hari minggu, 24 Juli tiga tahun silam itu, berlangsung di Dunia Fantasi, Ancol, dan dihadiri oleh lebih dari 2000 anak dari seluruh Indonesia. Saat-saat yang paling mencengangkan buat saya waktu itu adalah saat ibu negara, Hj. Ani Yudhoyono, mendongeng dihadapan anak-anak yang memadati wahana Rama-Shinta. Dan momen paling menarik saat sang Ibu negara mendongeng adalah ketika, Ibu Ani meminta Kak Seto, pemerhati masalah anak, menyepertikan senyum kecut sebagaimana tokoh yang tengah didongengkan ibu Ani. Wah, Kak Seto memang sangat kharismatik dihadapan para anak-anak yang menjadi audience-nya. Sesaat Kak Seto menampilkan mimik jenaka menyepertikan senyum kecut dari tokoh utama dongeng yang diberi judul “Tidak Tahu Malu” itu, untuk beberapa saat pula anak-anak yang memadati wahana Rama-Shinta riuh-rendah menimpali beliau. Ada yang nyeletuk meledek, ada yang tertawa terbahak-bahak, ada juga yang hanya tersenyum simpul. Saya yang menyaksikan dari layar televisipun ikut kebawa girang dan tersenyum-senyum juga. Ada perasaan takjub dan haru malah, menyaksikan anak-anak se-Indonesia dari berbagai suku yang berbeda-beda tampak akrab satu sama lain.

Selesai acara di minggu siang 24 Juli tiga tahun itu, ditemani semangkuk baso tahu kuah dan juice sirsak, saya langsung menuju meja kerja dan membuka-buka catatan hasil riset ringan tentang Kongres Anak Nasional yang sudah terselenggara kelima-kalinya. Yang masih saya ingat dari 17 butir kesepakatan dan aspirasi peserta kongres diantaranya adalah : menuntut pemerintah untuk memberikan pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan cuma-cuma bagi anak-anak secara adil dan merata ; mengharuskan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan mengoptimalkan kinerja rumah sakit, posyandu, puskesmas dan polindes ; menghimbau pemerintah untuk mengawasi peredaran media massa dan media hiburan ; menghimbau pemerintah agar menindak tegas pelaku kekerasan seksual terhadap anak ; serta menghimbau semua pihak untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.

Read the rest of this entry »





Dokter Murah Yang Qualified

22 01 2009

Apa yang membuat seseorang sakit gigi, ketika dompetnya tipis, anaknya sedang sakit panas, sementara pekerjaan seabrek belum terselesaikan ? Sebuah kutukankah ini ? Karena mulut yang sulit menjaga perkataan, karena tangan yang lebih sering menadah daripada memberi ?

Pertanyaan itu menggelitik otak saya sepanjang malam, ketika anak demam dan panasnya mencapai 38 derajat dan gigi senut-senut seperti digigit lebah. Seolah-olah lebah Jepang telah masuk disaat mulut sedang menguap lebar, hinggap di gusi, masuk kedalam lubang gigi yang keropok, dan menyengat bagian dasarnya. Obat tradisional Cina Tjap Boeroeng Kakatua-pun tak sanggup mengakhiri penderitaan, setelah tablet analgesic-pun tak mampu meredakan nyeri saraf gigi sepanjang hari. Episode sakit gigi kali ini jadi cukup dramatis karena, terjadi tepat di waktu tengah bulan, ketika kantong nyaris tipis tersedot biaya hidup sehari-hari, dan pekerjaan seabrek menunggu selesai dikerjakan.

“Besok berobat saja, Bang. Biar nggak bengkak dan keterusan.” nasihat istri yang juga ikut-ikutan mumet, sebab tugasnya membuat bahan ajar belum kelar, dan anak kami demam sepanjang malam. Saya iyakan anjurannya itu dengan mengangguk pendek, sambil membenamkan kepala bagian kanan keatas bantal empuk, yang sedikit mengurangi derita sakit gigi yang sempat diolok-olok para sepupu sebagai : derita yang layak masuk nominasi “Sakit Gigi Tahun Ini.”

Read the rest of this entry »





Bob Marley Dan Orang Kita

22 01 2009

Stasiun Bandung, 1993. Dengan masih menggunakan seragam putih-abu, kami bertujuh menyambangi rumah Cunong, buat mendapatkan se-amplop ”Paket Hemat.” Enam linting, barang Aceh katanya, harganya cuman dua puluh rebu. Saya dan temen-temen yang sedang edan-edannya nyoba ini-itu, tanpa pikir panjang langsung menyiapkan subsidi buat menikmati paket barang haram itu. Rencananya, ”Paket Hemat” ini bakal kita nikmatin bareng-bareng di rumah salah seorang temen, di daerah Bandung Utara, yang kebetulan kosong ditinggal nyokap-bokap-nya berlibur.

Singkat kata, setelah melalui proses musyawarah apakah kami mengisap ”Paket Hemat” itu secara bergilir atau bagi rata masing-masing selinting, akhirnya kita sepakat untuk milih : Bagito alias bagi roto selinting-selinting. Jadi, satu orang satu linting. Waktu itu, sebut aja Mamen, yang mengalah untuk tidak mengisap ”Rokok Jah” yang wangi asap pertamanya mirip-mirip abu pembakaran Sate Kambing, yang biasanya bikin saya laper berat. Mamen khawatir gejala sakit nelen-nya bakal merembet jadi sakit tenggorokan, kalo ia nekat ngisep cimeng meskipun cuma sekali sedot.

Hisap demi hisap, kami berenam-pun mulai merasakan dampak rokok pemujaan kaum Rasta itu. Menurut Mamen yang hilang nafsu nyimeng-nya, saya dan keenam kawan mulai bercanda, berkata-kata jorok, makin sableng dan kemudian putus urat malu setelah Rokok Jah mulai nampak tinggal separuh. Ya, karena Teh Manis dan Rokok Jah Made In Atjeh yang kami hisap, sekumpulan siswa es-em-a, kelompok Jomblo Kronis keluaran Cimahi itu berubah jadi : Paguyuban Srimulat. Musik reggae, alunan vokal Bob Marley di lagu No Woman, No Cry, yang mengiringi kekonyolan kami berubah fungsi menjadi soundtrack adegan komedi.

Read the rest of this entry »





Perasaan Seekor Hewan

22 01 2009

Senin malam itu saya dan Mira sudah bersiap di depan tivi, untuk menyaksikan ‘Bajaj Bajuri.’ Dang Rashif belum pulang. Dia lagi sama nenek-kakeknya di Mukodar. Mungkin sedang makan malam, gelut-gelutan sama Meli, atau lagi asyik nonton siaran televisi Arab Saudi. Ya, sejak pulang umrah Rashif paling hobi nonton acara Arab. Paling anteng dia, selagi Ka’bah ke-shot dalam kamera tivi.

Lagi asyik-asyiknya nonton, telepon rumah tiba-tiba berdering. Saya sudah bisa menebak, itu pasti telepon dari Mukodar.

“Di, sudah pulang.”

“Sudah, Ma.”jawab saya sambil asyik mengunyah snack pilus.

“Nanti sama Bapak ke Bu Ajat, ya. Takziyah, Di. Anaknya meninggal tadi pagi.”

“Saha ?”

“Si Iyan anaknya Pak Ajat.”

“Si Iyan adek-nya Enggin ?”

“Iya, adek-nya Enggin…”

Tak sempat menjawab salam Mama dari seberang telepon. Saya cuma mengucap ‘inna lillahi’, sambil terus membayangkan wajah Iyan. Iyan yang doyan tahu gejrot, Iyan yang baru kelas 5 tapi enggak pemalu, Iyan yang gembrot, Iyan yang suka manyun-manyun kalau diledekin temen-temen-nya, Iyan anak laki-laki paling tua dan paling ditunggu-tunggu kelahirannya sama keluarga Pak Ajat, senin pagi itu meninggal dunia. Setelah- kemudian saya tahu- sakit panas lima hari, bolak-balik ke Dokter disangka Typhus, dan akhirnya wafat dengan diagnosa demam berdarah dengue. Dalam hati saya sempat menggerutu : “…anak tetangga dekat wafat kok mama nggak langsung kasih tahu ke kantor ?”

Read the rest of this entry »





Menjadi Penting Atau Merasa Penting ?

22 01 2009

Dr. S.B. Hari Lubis, pakar organisasi dan pimpinan SBHL Consulting, pernah bercerita kepada saya soal pengalamannya menangani sebuah perusahaan besar, yang telah mendirikan banyak cabang di luar Jakarta. Riset yang dilakukan oleh salah seorang pengajar program Magister Manajemen- Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, kira-kira berkenaan dengan seberapa pentingkah peran para branch manager di kantor-kantor cabang, dalam penyelesaian masalah dan kesulitan proyek yang digarap oleh para stafnya.

Hasil temuan riset itu ternyata cukup mengejutkan. Para branch manager dan supervisor yang rata-rata berpendidikan S2 itu dinilai tidak begitu penting keberadaannya, oleh para staf karyawan yang mereka bawahi. Keberadaan mereka justru dianggap memperlambat kinerja. Menurut beberapa staf senior, kalau mereka datang biasanya langsung bikin rapat, minta project report , dan kalau ada masalah lagi-lagi para staf yang dituntut berpikir keras. Para pimpinan cabang cuma memberi nasihat-nasihat klise, wejangan-wejangan normatif saja, yang akhirnya malah memakan waktu setengah hari kerja. “Kerja kita terus jalan, Pak. Meski tanpa keberadaan para kepala cabang. Lebih leluasa malah.”seloroh seorang staf senior, dalam interview dengan salah satu senior consultant dari SBHL Consulting.

Usut punya usut, ternyata yang paling dianggap penting keberadaannya di kantor itu bukanlah para branch manager, supervisor atau para staf senior. Melainkan, seorang anak muda lulusan diploma I, yang bertugas mengelola berbagai equipment IT dan menjamin berfungsinya jaringan internet. Tanpa Sahim, demikian ia dipanggil, perusahaan yang memang mengelola usaha seputar content provider seluler dan internet marketing itu bisa terhambat aktivitasnya. Konon katanya, Sahim ini menguasai kode-kode tertentu yang memungkinkannya masuk ke seluruh jaringan cabang dan kantor pusat. Jadi tanpa Sahim, pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan akses ke database-database perusahaan tersebut, bisa terbengkalai.

Read the rest of this entry »





Agar IPTEK Tak Membunuh IMTAQ

22 01 2009

Perkembangan teknologi sering dianggap sebagai kebaikan atau kemudahan bagi para penggunanya. Namun, ketika nalar, iman dan skill kita belum memadai atau tidak siap mengikuti perkembangan tersebut, adakah kemudahan dan kebaikan yang dijanjikan itu bisa menjadi kenyataan, bisa kita nikmati ?

Perkembangan teknologi informasi, terkait teknologi telekomunikasi, telah menjadi fenomena masa kini. Berbagai jenis dan macam produk teknologi telekomunikasi terlahir dan mewarnai keseharian, untuk mendukung globalisasi dan konsep ‘dunia tanpa batas’. Basic idea kelahiran teknologi ini sebetulnya sangat sederhana, yaitu : menghubungkan manusia antar seantero dunia. Upaya tersebut memang sudah lama menjadi basic idea dunia teknologi informasi, namun di jaman sekarang, strategi pemasaran menjadi inti dari segala kegiatan yang mencuat dalam perkembangan IT. Alasan pemasaran menjadi pertimbangan utama, dalam hampir setiap kegiatan berbasis IT.

Jika pada masa sebelumnya, penggunaan telepon selular merupakan kemudahan yang hanya dapat dinikmati golongan atas saja, maka kini ia sudah bisa dinikmati oleh golongan menengah bahkan golongan ekonomi rendah. Jika dulu telepon seluler hanya berperan sebagai media komunikasi mouth to mouth (dari mulut ke mulut), namun kini berbagai fitur bisa dinikmati via telepon seluler. Orang bisa mengirimkan pesan text, gambar, bahkan mengakses internet, yang dulu cuma bisa dilakukan saat menghadapi layar monitor komputer.

Read the rest of this entry »





Potensi Ultrapreneur Umat Islam

22 01 2009

Kecepatan informasi membuat dunia seakan menciut. Peristiwa di salah satu belahan bumi dapat segera diketahui oleh orang di belahan bumi lainnya dalam hitungan detik saja. Pola-pola standar dalam lingkungan politik, ekonomi, sosial dan budaya memerlukan modifikasi agar adaptif terhadap ekses daripada perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat. Teknologi informasi dengan tingkat akselerasi yang tinggi, memegang peran sebagai source of changes yang menimbulkan kegairahan baru di dunia usaha. Saat ini, pasar tengah berevolusi dari bentuk marketplace menuju bentuk marketspace. Dalam bentuk marketspace, pertemuan antara pembeli dan penjual telah meninggalkan banyak cara-cara tradisional yang mengharuskan kedua pihak bertemu di suatu tempat. Fenomena yang dikemukakan ahli pemasaran Hermawan Kertajaya ini, timbul karena cyber technology berkembang dengan percepatan yang mengagumkan. Tak pelak lagi, inti daripada percepatan dalam dunia usaha di waktu sekarang adalah akses yang cepat dan reflek yang tanggap terhadap informasi.

Era keterbukaan informasi membuka peluang yang luas bagi para entrepreneur atau wirausahawan untuk melakukan strategic alliance (persekutuan strategis) dan outsourcing strategy, tanpa harus mengesampingkan kreativitas dan jati dirinya. Para entrepreneur itupun diharapkan pula mampu melakukan benchmarking yang synergistic. Sinergisitas ini diupayakan untuk optimal membesarkan, serta memberikan manfaat lebih bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat. Prinsip mutualisme selayaknya dikedepankan disini. Pola kompetisi murni yang sebelum era globalisasi ini banyak dianut, telah melahirkan pemenang dan pecundang. Pola tersebut berkontribusi dalam menciptakan sekat-sekat penutup bagi pertukaran informasi di antara perusahaan-perusahaan. Cara tersebut tidak tepat lagi untuk menggagas pertumbuhan dan kesinambungan usaha pada saat sekarang. Di era ini, keterpurukan yang menimpa satu pihak, akan membawa dampak negatif pula terhadap pihak lainnya. Untuk itulah diperlukan entrepreneur plus yang dapat melakukan strategic alliance, outsourcing strategy dan benchmarking yang synergistic tersebut, hingga tercipta dinamika usaha yang harmonis antar perusahaan-perusahaan yang terlibat. Ahli kewirausahaan, Thoby Mutis, menyebut para entrepreneur dengan kehandalan lebih itu dengan sebutan ultrapreneur.

Umat Islam Indonesia memiliki potensi besar untuk melahirkan para ultrapreneur, dengan potensi kuantitatif sebagai mayoritas di Indonesia. Sebagai contoh, apabila persekutuan strategis tercetus di kalangan para entrepreneur dengan komitmen penegakan ekonomi syari’ah yang dilandasi oleh pertumbuhan, kontinuitas, dan keberkahan, maka dampaknya akan luas sekali, serta mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif secara nasional. Tanpa menutup kemungkinan persekutuan strategis, outsourcing strategic dan benchmarking dengan entrepreneur dari kalangan non-muslim, para ultrapreneur tersebut akan berperan luas dalam pemulihan ekonomi Indonesia, bahkan membawa kegairahan yang kondusif di wilayah regional maupun internasional. Selain itu, dengan landasan tiga fokus utama ekonomi syari’ah yang diungkapkan sebelumnya, maka aktivitas tersebut Insya Alloh akan berfungsi pula sebagai dakwah bil-lisan.

Read the rest of this entry »





Mewujudkan Mimpi Pendidikan Anak Pribumi

22 01 2009

Pada jaman kolonial tidak banyak pribumi desa yang bisa melanjutkan sekolah sampai perguruan tinggi. Meski secara intelektual, motivasi maupun keuangan mereka mampu, namun faktanya sedikit orang yang bisa meneruskan pendidikan sampai perguruan tinggi. Salah satu penyebab adalah dibatasinya kursi bagi pribumi untuk belajar di sekolah-sekolah berbahasa Belanda. Ketika itu, pribumi yang bersekolah di sana hanya berasal dari golongan tertentu, umpamanya : keturunan bangsawan atau anak-anak pejabat ambtenaar.

Dibandingkan anak-anak bangsa lain yang tinggal di Hindia-Belanda, kesempatan belajar pribumi relatif lebih kecil. Dalam Sejarah Pendidikan Indonesia karangan Prof. Dr. S. Nasution M.A. dikemukakan : pada tahun 1930 anak Belanda berkesempatan 100 kali lebih baik untuk sekolah di M.U.L.O, 1000 kali lebih baik untuk bersekolah di sekolah tingkat menengah atau atas, dibandingkan anak-anak pribumi Indonesia. Begitupun anak-anak Tionghoa. Anak-anak Cina berkesempatan 15 kali lebih banyak untuk masuk sekolah berbahasa Belanda, 10 kali lebih berkesempatan belajar di M.U.L.O, 35 kali lebih berkesempatan melanjutkan ke jenjang sekolah tinggi menengah/atas, daripada anak-anak pribumi asli.

Selain faktor pembatasan, akses lembaga pendidikan bagi pribumi tidak merata di seluruh propinsi, terutama setelah tahun 1892. Mulai tahun tersebut lembaga pendidikan maupun sekolah lanjutan hampir seluruhnya berada di Pulau Jawa. Hingga tahun 1930, M.U.L.O, sekolah pertama yang membuka kesempatan luas bagi lulusan E.L.S dan H.I.S dari pribumi atau Indo-Belanda, nyaris hanya terdapat di Pulau Jawa saja. Kenyataan tersebut memaksa anak-anak luar pulau merantau ke Jawa untuk meneruskan sekolah. Tapi tidak semua anak rantau bisa menyelesaikan sekolahnya. Keterbatasan biaya membuat anak-anak sekolah rendah yang melanjutkan sekolah putus di kelas I atau di kelas II.

Read the rest of this entry »