Kecepatan informasi membuat dunia seakan menciut. Peristiwa di salah satu belahan bumi dapat segera diketahui oleh orang di belahan bumi lainnya dalam hitungan detik saja. Pola-pola standar dalam lingkungan politik, ekonomi, sosial dan budaya memerlukan modifikasi agar adaptif terhadap ekses daripada perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat. Teknologi informasi dengan tingkat akselerasi yang tinggi, memegang peran sebagai source of changes yang menimbulkan kegairahan baru di dunia usaha. Saat ini, pasar tengah berevolusi dari bentuk marketplace menuju bentuk marketspace. Dalam bentuk marketspace, pertemuan antara pembeli dan penjual telah meninggalkan banyak cara-cara tradisional yang mengharuskan kedua pihak bertemu di suatu tempat. Fenomena yang dikemukakan ahli pemasaran Hermawan Kertajaya ini, timbul karena cyber technology berkembang dengan percepatan yang mengagumkan. Tak pelak lagi, inti daripada percepatan dalam dunia usaha di waktu sekarang adalah akses yang cepat dan reflek yang tanggap terhadap informasi.
Era keterbukaan informasi membuka peluang yang luas bagi para entrepreneur atau wirausahawan untuk melakukan strategic alliance (persekutuan strategis) dan outsourcing strategy, tanpa harus mengesampingkan kreativitas dan jati dirinya. Para entrepreneur itupun diharapkan pula mampu melakukan benchmarking yang synergistic. Sinergisitas ini diupayakan untuk optimal membesarkan, serta memberikan manfaat lebih bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat. Prinsip mutualisme selayaknya dikedepankan disini. Pola kompetisi murni yang sebelum era globalisasi ini banyak dianut, telah melahirkan pemenang dan pecundang. Pola tersebut berkontribusi dalam menciptakan sekat-sekat penutup bagi pertukaran informasi di antara perusahaan-perusahaan. Cara tersebut tidak tepat lagi untuk menggagas pertumbuhan dan kesinambungan usaha pada saat sekarang. Di era ini, keterpurukan yang menimpa satu pihak, akan membawa dampak negatif pula terhadap pihak lainnya. Untuk itulah diperlukan entrepreneur plus yang dapat melakukan strategic alliance, outsourcing strategy dan benchmarking yang synergistic tersebut, hingga tercipta dinamika usaha yang harmonis antar perusahaan-perusahaan yang terlibat. Ahli kewirausahaan, Thoby Mutis, menyebut para entrepreneur dengan kehandalan lebih itu dengan sebutan ultrapreneur.
Umat Islam Indonesia memiliki potensi besar untuk melahirkan para ultrapreneur, dengan potensi kuantitatif sebagai mayoritas di Indonesia. Sebagai contoh, apabila persekutuan strategis tercetus di kalangan para entrepreneur dengan komitmen penegakan ekonomi syari’ah yang dilandasi oleh pertumbuhan, kontinuitas, dan keberkahan, maka dampaknya akan luas sekali, serta mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif secara nasional. Tanpa menutup kemungkinan persekutuan strategis, outsourcing strategic dan benchmarking dengan entrepreneur dari kalangan non-muslim, para ultrapreneur tersebut akan berperan luas dalam pemulihan ekonomi Indonesia, bahkan membawa kegairahan yang kondusif di wilayah regional maupun internasional. Selain itu, dengan landasan tiga fokus utama ekonomi syari’ah yang diungkapkan sebelumnya, maka aktivitas tersebut Insya Alloh akan berfungsi pula sebagai dakwah bil-lisan.
Read the rest of this entry »